Pagi ini langit mendung
Awan sudah berat mengandung
Aku masih sibuk mengunyah makanan dimulutku,
perlahan menikmati gurih tempe goreng Bu Pah.
Aku kecanduan tempe semenjak seminggu lalu.
Aku memandangi wajahmu. Mengunyah makanan juga.
Namun, kamu sedikit tersenyum. Mengejek.
Huh dasar!
Kamu menatapku. Aku balas menatapmu.
Kamu tersenyum. Aku balas tersenyum.
Kamu cemberut. Aku balas cemberut.
Kamu terdiam. Aku ikut terdiam.
Lebih tepatnya kita tergugu. Sesak.
Tiba-tiba kamu menangis di depanku. Air matamu berderai. menyesali sesuatu yang telah berlalu. Aku usap air matamu seperti aku mengusap air mataku sendiri.
"Jadi kamu ragu terhadapku?"
Pertanyaan itu mendengung nyaring.
"Ya,"
jawaban pendek
"Benarkah aku ragu atau aku hanya malu?" sebuah pertanyaan yang kuciptakan sendiri.
Kamu memperhatikan aku yang menangis.
Kamu coba mengusapnya perlahan.
Kamu memperlihatkan sebuah kalung.
"Terima kasih, aku suka!" aku girang saat menerimanya.
Kalung yang sudah menemaniku selama 20 tahun.
Kalung itu yang mengingatkanku pada sesorang.
"Dia tidak akan pergi sebelum hujan reda.Berdirilah,"
Kamu berkata kemudian bangkit dan berlari.
membelakangiku.
aku menyusuri setiap sudut di warung Bu Pah.
Hanya suara masakan yang digoreng mengisi hatiku yang berkecamuk.
hanya ada cermin besar yang sedari tadi menyaksikan ku.
tak ada.
Dia tidak ada lagi di warung ini.
Jawaban keraguan ku membuatnya terpukul dan akhirnya pergi meninggalkanku di warung Bu Pah. Nasi Rawon dan Goreng Tempe.
Entah, aku merasa ada yang hilang seluruhnya dari hidupku
ketika aku menyadari kamu tidak lagi menungguku selesai makan.
Kamu benar-benar pergi?
Aku tinggalkan warung Bu Pah.
Akrab dengan hujan yang menderas.
jalanan sepi.
Aku terus berlari.
Mencari jejakmu yang terhapus air hujan.
Kamu pergi?
Aku menangis sejadi-jadinya!
Tubuhku terguyur hujan.
Hatiku terhunus hujan.
Aku terasa hilang saat kau pergi.
Aku masih melihat hujan turun deras.
Namun, aku tidak lagi kehujanan.
Aku bangkit berdiri.
Kamu menatapku.
Tersenyum.
"Aku ada disini.
Selalu ada disini."
Tak peduli kuyupnya tubuhku.
Kuhamburkan tubuh ini padamu.
"Ya, tetaplah disini.
jangan pergi lagi,"
Kamu memelukku semakin erat.
--------------------
Awan sudah berat mengandung
Aku masih sibuk mengunyah makanan dimulutku,
perlahan menikmati gurih tempe goreng Bu Pah.
Aku kecanduan tempe semenjak seminggu lalu.
Aku memandangi wajahmu. Mengunyah makanan juga.
Namun, kamu sedikit tersenyum. Mengejek.
Huh dasar!
Kamu menatapku. Aku balas menatapmu.
Kamu tersenyum. Aku balas tersenyum.
Kamu cemberut. Aku balas cemberut.
Kamu terdiam. Aku ikut terdiam.
Lebih tepatnya kita tergugu. Sesak.
Tiba-tiba kamu menangis di depanku. Air matamu berderai. menyesali sesuatu yang telah berlalu. Aku usap air matamu seperti aku mengusap air mataku sendiri.
"Jadi kamu ragu terhadapku?"
Pertanyaan itu mendengung nyaring.
"Ya,"
jawaban pendek
"Benarkah aku ragu atau aku hanya malu?" sebuah pertanyaan yang kuciptakan sendiri.
Kamu memperhatikan aku yang menangis.
Kamu coba mengusapnya perlahan.
Kamu memperlihatkan sebuah kalung.
"Terima kasih, aku suka!" aku girang saat menerimanya.
Kalung yang sudah menemaniku selama 20 tahun.
Kalung itu yang mengingatkanku pada sesorang.
"Dia tidak akan pergi sebelum hujan reda.Berdirilah,"
Kamu berkata kemudian bangkit dan berlari.
membelakangiku.
aku menyusuri setiap sudut di warung Bu Pah.
Hanya suara masakan yang digoreng mengisi hatiku yang berkecamuk.
hanya ada cermin besar yang sedari tadi menyaksikan ku.
tak ada.
Dia tidak ada lagi di warung ini.
Jawaban keraguan ku membuatnya terpukul dan akhirnya pergi meninggalkanku di warung Bu Pah. Nasi Rawon dan Goreng Tempe.
Entah, aku merasa ada yang hilang seluruhnya dari hidupku
ketika aku menyadari kamu tidak lagi menungguku selesai makan.
Kamu benar-benar pergi?
Aku tinggalkan warung Bu Pah.
Akrab dengan hujan yang menderas.
jalanan sepi.
Aku terus berlari.
Mencari jejakmu yang terhapus air hujan.
Kamu pergi?
Aku menangis sejadi-jadinya!
Tubuhku terguyur hujan.
Hatiku terhunus hujan.
Aku terasa hilang saat kau pergi.
Aku masih melihat hujan turun deras.
Namun, aku tidak lagi kehujanan.
Aku bangkit berdiri.
Kamu menatapku.
Tersenyum.
"Aku ada disini.
Selalu ada disini."
Tak peduli kuyupnya tubuhku.
Kuhamburkan tubuh ini padamu.
"Ya, tetaplah disini.
jangan pergi lagi,"
Kamu memelukku semakin erat.
--------------------
Baca cerpen mini ini aku ngebayangin adegannya: tokoh cerita makan di warung,aroma gorengan terbias hujan, jalanan panjang becek... :D
ReplyDeleteTulisan yg perlu di baca dengan konsentrasi tingkat tinggi, setidaknya utk mengikuti alur cerita yg sebenarnya tdk teramat panjang. Nice post :) tulisan macam kaya gini jadi inget paulo coelho.
ReplyDeleteapakah ini salah satu dari bagian buku antologi mas rian ya? Oh bukan ya...hehe
Aroma tempe goreng sampai sini...hmmm jadi pengen makan tempe goreng Om.
ReplyDeleteWho is that? your girl friend? (Just I guest)
ReplyDeletelama banget waktunya,, 20 tahun...
ReplyDeletejadi tokoh aku kamu umur brapa?? :D
Ayu setuju sama komen Kak Haya Nufus. :D
ReplyDeleteAlurnya agak membingungkan, kak. ada beberapa bagian yang janggal.
ReplyDeleteAmpun deh, ada makanannya... saya kan jadi lapar (T^T
ReplyDeleteHujan deras terus di peluk dengan seseorang yang kita cinta... ehm... so sweet (^ ^
cerpen ngerangkap puisi nih...^^
ReplyDeletecakep diksinya
iya setuju ma ila...
ReplyDeletetrus ikut ngebayangin katanya kang sam rinaldy
lagiii rindu ya kanggg..... heee... biarlah hujan tuk temani sepi ku dalam diam ku :)
FF Rian memang keren :)
ReplyDeletejadi ingat yang FF 'cemburu' dulu itu :)
Hmmm jadi teringat masa muda dulu hehe, biasa suka yang romantis2 an, tapi ini seperti nya kok beda ya :D okelah daripada bingung, salam kenal saja ya
ReplyDeletejadi, ini tentang tempe goreng?
ReplyDelete'kamu' nya misterius deh