Sep 25, 2012

Nyanyaian Kodok


Tekoek…Tekoek…
Apakah kalian pernah mendengar suara itu? Ya benar, itu suara nyanyianku. Nyanyian seekor kodok. Aku tinggal di sebuah kolam kecil yang airnya berasal dari sungai besar. Air yang datang ke kolam ini selalu membawa ikan baru yang beranekarakgam. Kebanyakan dari mereka adalah ikan yang lapar. Sehingga apapun yang bisa mengenyangkan perutnya, mereka akan langsung memakannya. Termasuk jenisku. 
Maka jangan heran kalau dikolam ini tidak ada binatang kecil selain Aku. Aku senantiasa bersyukur karena selain aku yang pertama kali berada disini sebelum ikan-ikan yang lapar itu datang. Aku juga sudah hafal betul daerah kolam ini. Jadi aku bisa dengan gesit melarikan diri kalau ikan-ikan lapar itu memangsaku.
Ikan-ikan yang banyak itu lalu mengundang para manusia. Manusia sekarang jadi sering berkunjung. Mereka selalu membawa makanan kepada kan-ikan di kolam ini, namun makanan itu malah bisa membuat ikan-ikan disini mati bahkan tidak kembali lagi. 
Makanan untuk ikan itu mereka kailkan pada suatu jarum yang melengkung, apabila ikan itu memakannya maka manusia itu menarik ikan-ikan itu kedaratan. 
Sempat aku melihat ketika seekor ikan lapar melahap cacing yang menggeliat membentuk huruf U, beberapa saat kemudian mulut ikan itu berdarah-darah-hampir sobek ketika ikan itu mencoba melepaskan cacing yang ada dimulutnya. Namun sayang, ikan itu tidak kuasa melawan dan akhirnya terbang keluar dari kolam ini.  Entah kemana ikan itu pergi.
Andai saja ikan-ikan yang baru datang itu bisa kuberi tahu, untuk tidak mengambil memakan yang dikailkan, namun apa dayaku sebagai seekor kodok, aku hanyalah santapan istimewa juga bagi mereka. 
Kenapa aku tidak pergi saja? Aku tidak akan melakukan hal seperti itu, aku ingin tetap disini membantu seorang anak yang bernama Ali dalam menyerukan kebenaran dan seruan shalat. Kolam ini tepat berada di samping kanan mesjid, kolam ini sebenarnya sengaja dibuat untuk menghiasi halaman mesjid. 
Namun semenjak Ust Rifai, imam mesjid yang juga ayah dari Ali meninggal lima bulan lalu, mesjid ini menjadi sepi dan tidak ada lagi yang mengurusnya, begitu pula dengan aktifitas mengaji anak-anak yang bisanya diadakan sore hari. Kini  tak lagi terdengar.
Hanya Ali yang berumur delapan tahun yang merawat kolam ini, walaupun hasilnya kurang maksimal. Rumahnya kini tidak lagi berada di belakang mesjid. Seperti ketika ayahnya masih hidup. Mereka hidup berdua dulunya, Ibunya Ali meninggal ketika melahirkannya. 
Walaupun jarak menghalanginya begitu, Ali selalu menyempatkan datang ke mesjid ini untuk mengumandangkan adzan. Kini ia tinggal bersama bibinya di desa lain, karena didesanya tidak ada sekolah, Ali sekolah di desa tempat mesjid ini berada. Sehingga bisa sesekali mampir ke mesjid tempat kenangan ayah bersama dirinya.
Sungguh, Ali adalah anak yang berbakti kepada orang tuanya. Walaupun keduanya telah meninggal. Tapi Ali melakukan suatu amalan yang hanya bisa dilakukan seorang anak yang ditinggal kedua orang tuanya. Yaitu mendoakannya. Aku melihat dirinya berdoa sangat khusyu ketika selesai shalat. Air matanya mengalir deras.
~ ~ ~
Manusia mungkin mengangapku kodok penggangu konsentrasi. Memanggu acara memancing mereka. Tapi aku hanya mengingatkan mereka tatkala waktu shalat telah tiba. Biasanya aku akan bernyanyi setealah adzan selesai dikumandangkan oleh Ali. Tanda syukurku kepada Allah atas limpahan kasih sayangNya. Apakah manusia-manusia itu tidak mendengar panggilan TuhanNya?
Tekoek…Tekoek…
Biar saja mereka terganggu konsentrasinya! 
Aku tidak sedang bernyanyi melainkan sedang berdoa, memohon kepada Allah untuk diturunkan hujan yang lebat agar manusia-manusia itu berteduh di mesjid. Lalu bisa menunaikan shalat berjamaah.
Ya Allah…
Nikmat manakah yang kan bisa kami dustakan?
Nikmatmu sungguh tak terihitung tersebar di seluruh alam
Ya Allah aku memohon kepadamu untuk diturunkan hujan
Tekoek…Tekoek…
Doaku panjang dan khusyu
Tekoek…Tekoek…
“Aduh! Berisik sekali suara kodok itu!” salah satu manusia marah ketika mendengar suaraku yang panjang.
“Iya! Mana kodok pengganggu itu! Kebetulan umpanku habis!” sahut manusia yang lain.
Oh tidak mereka akan menangkapku. Aku harus lari!
Dengan kekuatan penuh aku berenang ke dalam kolam namun ketika kutenggelamkan tubuh ini, seekor ikan hampir saja memakanku, aku segera menyembul ke permukaan air untuk sampai kedaratan.
“Itu dia kodoknya!” tuding manusia berkulit hitam legam ke arahku.
Ya Allah selamatkanlah hambamu ini. Lindungilah hamba karena engkau adalah sebaik-baik penolong.
Tekoek…Tekoek…
Doaku panjang…
Plak!
Astagfirullah. Sakit. Ujung jari tengah manusia itu mengenai kaki kananku, dengan sekuat tenaga aku melepaskan cengkramannya!
Ya Allah, hamba tidak kuat lagi untuk meloncatkan kaki ini.
Crash! Crash!
Petir menyambar-nyambar, 
Gludug! Gludug!
Hujanpun turun dengan derasnya, air-air kolam beriak-riak, aroma tanah yang basah memenuhi angkasa. Manusia-manusia itu berlarian kocar-kacir. Berlindung ke dalam Masjid. 
Alhamdulillah, semoga mereka menunaikan Shalat berjamaah. Doaku semakin khusyu.
Ali berlari menuju mesjid ketika angkasa dipenuhi suara adzan. Anak kecil itu tersenyum kepada manusia-manusia yang sedang berteduh itu. Senyum Ali begitu menyejukan, giginya yang rapi indah.
Dia memang selalu menjaga kebersihan giginya, aku sering mendengar ketika ayahnya masih hidup untuk rajin bersiwak seperti Rasulullah. Dengan cekatan Ali mengoprasikan peralatan pengeras suara itu. Sudah tidak asing lagi baginya untuk bisa mengaktifkan microphone mesjid itu.
Allahuakbar! Allahuakbar!
  Tekoek…Tekoek…
Allahhuakbar, sahutku menjawab.
                       ~ ~ ~
Tok!Tak!Tok!
Suara pukulan palu membuat ngilu hatiku, pagi-pagi sekali  kolam ini sudah ramai dikunjungi! Ada apa ini? Tanyaku sendiri.
“Ayo cepat, kita harus segera menyelesaikan tempat bereteduh ini, agar kita tidak kehujanan lagi seperti kemarin!”
Astagfirullah…ucapku tidak percaya. Ternyata mereka akan membuat tempat berteduh disekeliling kolam ini. Ya Allah inikah sifat manusia itu. Mereka benar-benar makhluk yang tidak pandai bersyukur!
~ ~ ~
Arena pemancingan ini semakin ramai saja. Selalu dipenuhi para pengunjung, walaupun hari itu sedang hujan tidak akan membuat mereka kebingungan, karena tempat di sekitar kolam sudah ada tempat beteduh.
Tekoek…Tekoek… 
Itu bukan nyanyianku lagi tetapi itu adalah tangisanku melihat ulah manusia itu.
Ali seperti biasa datang dan mengumandangkan adzan.
Allahuakbar!
Allahuakbar!
Tekoek…Tekoek…
Allahhuakbar, syukurku.
Ya Allah buatlah hati mereka kembali padaMu. Mereka sama sekali tidak beranjak dari tempat memancing itu.
Ya Allah tunjukanlah kasih sayangMu. Ucapku lirih.
Crash!Crash!
Suara petir membahana, kilat menyambar-nyambar di langit berawan gelap. Lalu hening. Aku berlari ke arah mesjid.
Crash!Crash!
Kilat menyambar-nyambar, 
Gludug!Gludug!
Petir bersahutan
Tar!Tar!Tar!
Kilat itu menjulur ke bumi tepat menghantam kolam dan akhirnya mengeringkan kolam itu. Allahuakbar! Jeritku. 
Tidak ada ikan sama sekali disana. Yang ada hanya goresan petir yang berasap ditanah yang tandus. Semua manusia itu tercengang tidak mempercayainya. 


5 comments:

  1. Ituh kira2 yang ada di piliran sang koodok yaa mas, eeh koodok niar suka banget lho, coba kalau ada yang kasih boneka koodok niar teerima deh bonekanya :D

    Maka nikmat mana yang kau dustakan :D

    ReplyDelete
  2. bukannya tekoek = tekuk = lipet?
    :D
    ternyata ada kodok bisa update post :p

    ReplyDelete

Terima Kasih sudah berkunjung.Happy Blogging