May 15, 2013

[Cerpen] Gantung!



Hari ini saya posting Cerpen yang sudah lama sekali tahun 2010. Saya coba mengirimkan kepada media dan memang sepertinya saya harus belajar. Saat baca cerpen ini lagi rasanya pengen ketawa guling-guling. Hahhahaa. Pantesan ya pada nolak ini cerpen. Daripada ditimbun terus-menerus mending di publish disini biar bisa dibaca, syukur-syukur ada yang kritik. Saya sangat berterima kasih. Ok. Silahkan menikmati :D

Gantung!
Oleh Arr Rian

“Bila aku…”
Hatiku berdebar. Nafasku tak karuan. Aku menantikan kelanjutan kata itu. Katakan saja! Teriakku dalam hati.
“Em..ngga jadi deh. Nanti aja ya…”
Ga jadi lagi? Ah…bosen, Sudah berapa kali kau berbuat seperti itu?
Puluhan kali kurasa. Tapi aku masih saja ingin tahu kelanjutan dua kata gantung itu. Aku berharap ini mimpi!
“Sasa bangun! Ayo shalat Subuh!” sebuah suara memastikan hal yang barusan kualami adalah benar-benar mimpi.
Aku bangun. Alhamdulilahiladzi ahyana ba’dama amatana wa ilaihinnusyur. Doaku dalam hati. 
Astagfirullah. Sudah berapa kali aku bermimpi seperti itu.
Aku bergegas bergabung bersama teman-teman kos yang lain untuk menunaikan shalat subuh.
***
“Bila!”
Ada suara sesorang yang memanggil namaku seperti dalam mimpi! 
Sejenak aku menghentikan aktivitasku memilih buku di salah satu stand penerbit buku. Islamic Book Fair Malang ke tujuh telah menyedot banyak pengunjung tahun 2010. Khususnya mahasiswi sepertiku. Aku yang sudah menanti kegiatan ini. Tentu saja sudah menganggarkan untuk membeli beberapa buku, menambah koleksi perpus kecil di kamar kosku yang mungil.
“Bila!” 
Sebuah suara itu kembali memanggilku dengan lebih keras dan berintonasi khas.
Hatiku, mulai tidak karuan.
 Astagfirullah….
Tahukah, yang memanggil namaku dengan nama kecil dan sangat aku sukai itu hanyalah seseorang di masa lalu. Sesorang yang selama ini aku coba lupakan mati-matian. Selama ini apabila aku memperkenalkan diri kepada orang yang baru aku kenal, aku lebih tegaskan untuk memanggilku Sasa bukan Bila. 
Walaupun nama asliku itu adalah Salsabila. Aku mulai berimajinasi. Mungkinkah seseorang itu ada di Malang? Padahal kan dia ada di…
Astagfirullah…
Sekali lagi aku beristigfar dalam-dalam. Sambil menghembuskan nafas aku mencoba menghembuskan seluruh gejolak dalam diri ini. Kutata kembali hati sebelum aku membalikkan tubuh ke arah suara.
Bismillah…
Aku balikan badanku ke arah suara itu. Mencoba bersikap biasa saja walau hati sudah berdebar kencang. Searah jarum jam dua belas aku sudah menghadap kearah sumber suara. Aku celingukan mencari sang pemilik suara pada setiap stand penerbit buku islam. Otakku mulai mencoba mengidentifikasi orang-orang yang aku lihat. Otakku sepertinya bekerja extra keras untuk mendapatkan memori wajah seseorang yang memanggilku dengan “Bila” dan dengan intonasi yang khas itu.
Mataku berkeliling mencari-cari seseorang yang mungkin melambaikan tangan ketika aku sudah berbalik kearahnya. 
Dan…
Dapat!
Seseorang sedang melambaikan tangan ke arahku.
Aku semakin menajamkan mata. 
Benarkah itu dia? Ada perasaan aneh menelusup ke dalam hatiku.
 Seseorang yang memakai pakaian serba putih. Wajahnya terhias senyuman manis. Ya! Ada sedikit tambahan di wajahnya. Berjanggut tipis, semakin menutupi dagunya yang terbelah. Badannya sekarang tampak lebih berisi dan tinggi. Syaraf-syaraf di otakku akhirnya bisa mendeskripsikan sesorang yang tersimpan dalam. Bahkan sudah kututup rapat-rapat agar tidak muncul lagi dalam ingatan. Baim. Atau tepatnya Ibrahim. 
Teman masa SMP ku. Dan sungguh, dia seseorang yang kadang-kadang hinggap di mimpiku dengan dua kata gantungnya itu. Aku masih menatapnya dengan berdiri kaku. Sedangkan aku lihat dia mulai mendekat ke arahku. 
Astagfirullah….
Huf…aku sudah tiga kali beristigfar…
Ya Allah…Bisik hati kecil ku.
“Assalamualaikum..Bila….”
“Waalaikumsalam…” 
”Alhamdulillah, Akhirnya kita dipertemukan kembali setelah enam tahun berpisah”. Baim terlihat santai sekali ketika berbicara. Aku sendiri yang kelihatannya kaku. Diam. Ya, aku hanya diam tak bisa berkata apa-apa lagi. Gemuruh dalam hati mulai membuatku tak bisa berbuat apa-apa. 
“Oya!” Baim memulai percakapan lagi. Seakan dia mengingat sesuatu.
“Ini ada sesuatu buat kamu” Sebuah kado sebesar buku tulis sudah tersodorkan kedepanku.
“Apa ini?”
“Sudah terima aja ya, OK?”
Tiba-tiba, sebuah alunan Nasyid bergema dari arah Baim dan itu menenggelamkan kata “OK” yang kusebutkan sebagai jawaban.
Dia mengangkat handphonenya, agak berbisik-bisk.
“Bila, maaf aku harus pergi. Semoga kita bisa bertemu di lain waktu dan tentu saja waktu yang tepat.” 
Aku mengangguk. Sekilas hatiku merasa ada perih. Entah apa itu. Aku hendak membalikan badan. Namun suara Baim menghentikan perbuatanku itu.
“Bila…Aku…”
Yup, benarlah. Di sebuah akhir pertemuanku dengannya pasti akan di akhiri dengan adegan seperti ini. Aku terdiam. Menantikan kelanjutan dari perkataannya. Sejumlah kilasan tentang kejadian ini seperti mengisi diamnya waktu.
Dan…
“Nggak jadi deh…em…aku pamit ya, Wassalamualaikum…”
“Waalaikumsalam…”
Sudah kuduga…
***

Sebenarnya apa yang hendak Ia katakan ketika hendak berpisah di Islamic Book Fair? Aku sangat hafal dengan kelakuannya yang seperti itu. Selalu menggantungkan dua kata! 
“Bila…Aku….” Suara Baim  masih terngiang di telinga.
Ya, dua kata itu yang selalu ia gantung.
Akupun sudah menerima dua kata gantung itu beberapa kali atau bahkan mungkin beberapa kali dalam mimpi. 
Saat perpisahan SMP tepatnya. Baim mengatakan dua kata gantung itu.
Ah…
Aku kadang jadi benci dia. Walaupun akhirnya aku sangat ingin mengetahui kelanjutan dari dua kata gantung itu. Apa setelah kata aku…???
Huf…
Aku membuang nafas yang berisikan banyak sekali keluh kesah, gundah gelisah dan juga penuh tanda tanya. Astagfirullah….aku berlindung pada MU ya Allah dari segala godaan syaitan. Ku coba tenangkan diri dengan beristigfar beberapa kali.
 Kemudian akau alihkan pikiranku pada buku-buku yang baru aku beli di Islamic Book Fair tadi. Mengambil buku baru itu dari dalam tas. Kubaca judul-judul buku yang akan menambah perpusku.
Be True Muslimah…
Ekonomi Syariah…
Kado dari Baim. 
Apa ya isinya? Kuperhatikan sejenak.
Ah nanti saja. Aku ingin memastikan satu buku lagi yang harus kubeli yaitu buku novel yang direkomendasikan salah seorang teman untuk dibeli. Aku memang bukan pembaca buku novel yang setia, tapi kalau banyak yang merekomendasikan, ya aku beli juga. Kuperiksa tasku.
Em…
Loh!! kok ga ada buku lagi.
Jangan-jangan aku tadi lupa belum beli. 
Astagfirullah…
Ternyata pertemuanku dengan Baim membuat aku lupa harus membeli buku novel itu.
Novel yang mengangkat tema cinta memang tidak akan ada habisnya. Yang aku dengar juga novel ini sedang digandrungi masyarakat Indonesia. Karya dari seorang penulis muda yang berbakat. Bahkan tadi sebenarnya ada bedah bukunya. Judulnya? Aduh aku juga sampai lupa….
Aku coba periksa kembali isi tasku. Tidak ada buku. Yang ada hanya sebuah leaflet berisikan agenda Islamic Book Fair. Kubaca perlahan agenda acara di leaflet itu. Dan…aku ingat judulnya sekarang! Judulnya Bila…Aku Jatuh Cinta.
Eh…tunggu!
Ku baca lagi agenda acara pada bedah buku novel…
Pengarang buku novel itu…
 Baim Al Fikri… 
Mungkinkah???
Spontan aku melihat isi kado yang diberikan baim.
Ada hentakan detik yang serasa berhenti. 
Angin menelusup dingin ke kalbuku. 
Allahuakbar…
Astagfirullah…
Kutatap cover sebuah buku novel yang berjudul 
Bila…
Aku Jatuh Cinta.
Dan notes yang tertempel di cover itu…
“ Bila aku….
Aku akan selalu menggantungkan dua kata itu, 
Sampai aku yakin aku bisa merajut ikatan suci
denganmu”
baim al fikri

2010-03-02

1 comment:

Terima Kasih sudah berkunjung.Happy Blogging