EVEN "MELOFIKSI" UNSA (Lolos 13 Besar aja)
================
Lembayung
Hari hampir senja, gambaran langit melukiskan warna lembayung yang berbeda. Awan-awan gelap berlayar rendah, seolah berusaha menutupi sisa-sisa cahaya mentari sore. Kutemukan kamu, Dinda pada lembayung berwarna ungu setelah satu tahun berlalu. Aku masih menyukainya. Masih begitu sempurna untukku. Masih tidak lekang dari ingatan. Saat ku bertemu denganmu, Dinda. Memperkenalkanku pada lembayung ungu.Di warung pojok Stasiun Kota Baru Malang.
Senja dan semangkuk bakso. Menemaniku di Warung Bakso Stasiun Kota Baru Malang setelah perjalanan panjang Bandung-Malang dengan Kereta Malabar*. Rasa lapar mendorongku singgah di Warung Bakso Sam Oyi. Aku ketagihan, apalagi bakso bakar ditambah aneka bakwan.Tempat transit favorit sebelum menuju kontrakan. Aku menemukan warung ini ketika pertama kali datang ke Malang dan aku selalu memilih tempat favorit menghadap bentangan langi senja. Menjelajahi dentuman hati.
“Lembayungnya berwarna ungu, Indah ya?” suara perempuan tiba-tiba memecah ketenangan. Lembayung ungu? Kupertajam tatapanku. Ya, aku melihat beberapa bagian lembayung itu berwarna ungu. Aneh tapi ada.
Aku menoleh padanya, mengerenyitkan dahi.
“Aman ayas, Dinda*.” Perempuan itu berkata dengan gaya bahasa walikan*. Menjawab ekspresi keherannanku. Aku sejenak berfikir, mencoba menterjemahkan perkataannya.
Nama saya, Dinda. Begitulah mungkin artinya.
“Asep,” balasku pendek sambil menyelami matanya.Ia tersenyum lalu beranjak menghampiri Sam Oyi.
Dinda kamu cantik. Desahku dalam hati.
Tak terasa baksoku sudah habis, namu perutku masih meminta lagi. Otakku merespon cepat. Mulutku angkat bicara.
“Sam, pesan satu mangkok lagi,” teriakku.
“Maaf, baksonya habis di borong Mbakyu Dinda,” sahut Sam Oyi cepat.
Aku melongo sambil memperhatikan Dinda yang sudah menjinjing plastik besar berisikan bebrapa bungkusan bakso. Tergopoh ia membawanya.
“Mas, bisa bantuin Mbakyu Dinda, sebagai gantinya Mas ndak usah mbayar,” Pinta Sam Oyi.
Baiklah, aku lelaki.Aku bergegas membantunya.
“Sini saya bantu Mbak, banyak banget ini untuk acara apa?” tanyaku sambil menjajarinya.Dinda sejenak berhenti lalu menatapku.
“Acara ulang tahunku Sam, kecil-kecilan. Tapi semoga kera-kera licek* di gerbong itu suka.” Ucap Dinda sambil menatap segerombolan anak-anak kecil berbaju lusuh di dekat gerbong kereta tua.
Hatimu juga cantik. Hatiku semakin berdesir.
“Mari saya bantu Mbak,” Aku segera mengambil plastik besar itu.
“Trima kasih,” ucapnya sambil tesenyum.
Sore itu aku dan Dinda berjalan beriringan menjinjing sekantong bakso. Menyaksikan gelak tawa anak-anak kecil terlantar dan tentu saja lembayung ungu memayungi sore itu.
“Sah!”
Suara itu seperti aliran air dari puncak gunung. Jernih dan membersihkan segala kegelisahanku dan dinda yang selama ini terpendam. Akhirnya kita menikah. Setelah berhasil meyakinkan Dinda bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Aku akan selalu mencintaimu Dinda, aku akan slalu membuatmu bahagia. Apapun yang terjadi. Sampai Sang Pemilik Jiwa memisahkan kita. Aku ungkapkan hal itu satu bulan setelah kami bersama.
“Suwun Sam, semoga tahun depan aku bisa menikmati MTD lagi bersamamu.” Ucap Dinda sambil menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku tersenyum namun di dalam hati ada segores luka yang menganga lebar. Perih.
“Ini puisi buatmu Sam,” Dinda menyodorkanku secarik kertas.
Aku terdiam mendengar pernyataan Dinda, hatiku hujan badai.
“Puisi ini boleh dibaca nanti ya, setelah....”
Sstttt. Aku letakan jari telunjukku pada bibirnya yang kering. Aku menggelengkan kepala. Sambil melempar senyum padanya.
“Tolong jangan katakan itu lagi,” bisikku pelan sambil kusapu air matanya.
Hatiku semakin diamuk badai. Menangisi kepergian seseorang yang begitu sempurna bagiku. Walaupun dihadapan orang lain Ia hanya dikenal sebagai perempuan yang umurnya bisa ditentukan oleh penyakitnya sendiri. Kanker otak.Aku tidak menyesal menjadi bagian dalam sisa hidupnya. Buatku, Dinda adalah perempuan paling sempurna yang selalu mengisi sisai hidupnya dengan membantu orang lain.
Aku terduduk melihat lembayung. Aku melihatnya lagi. Lembayung ungu. Terlukis indah di kanvas langit senja. Aku merindukanmu Dinda, Aku tidak akan melupakanmu, tentangmu telah menjadi warna baru pada lembayung . Lembayung ungu. Ku ambil secarik kertas yang sudah lusuh. Ku baca puisi yang dibuat Dinda dulu.
kamu ada untukku
betapapun panjangnya cerita sebuah perjalanan,
betapapun sempurna keindahan lembayung senja,
betapapun kerlip menghias malam,
serunya cerita,
indahnya senja,
terangnya bintang,
tak dapat kunikmati
tanpa kamu ada dan berkata,
"begitu indah, seperti kamu ada untukku,"
With Love
Dinda Ariandi
Malang, 4 Desember 2011
===================================
Footnote:
Malabar: Kereta Api Malang –Jabar yang terdiri dari 3 kelas dalam satu gerbong, eksekutif, bisnis dan ekonomi yang diluncurkan bulan juli 2011
Bakso Bakar: Bakso yang dibakar seperti sate sebelum disajikan, kota Malang yang dikenal sebagi kota kuliner bakso semakin banyak inovasi dalam penyajian bakso.
Bahasa Walikan: bahasa terbalik Masyarakat Malang. Dengan cara membalikan penyebutan kata yang dimulai dari belakang. berasal dari pemikiran para pejuang tempo doeloe yaitu kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektifitas komunikasi sesama pejuang selain juga sebagai pengenal identitas kawan atau lawan. Saat ini juga bahasa Walikan masih digunakan sebagai identitas masyarakat Malang.
Contohnya Sam Oyi berasal dari Mas Iyo.
Aman ayas, Dinda: Nama saya, Dinda.
Kera-kera licek: Arek-arek kecil (anak-anak kecil)
Malang Tempo Dulu (MTD): atau disebut Festival Malang Kembali merupakan kegiatan tahunan masyarakat Malang di kawasan Jalan Ijen Boelevard Kota Malang dengan menghadirkan suasana Malang jaman dulu. Berlangsung sore hari sampai malam. Bangunan jaman dulu berupa baliho, jajanan masa dulu semua ada di acara ini, Pengunjung yang datangpun memakai baju jaman dulu. Kegiatan biasanya berlangsung pada bulan Mei.
================
Lembayung
Hari hampir senja, gambaran langit melukiskan warna lembayung yang berbeda. Awan-awan gelap berlayar rendah, seolah berusaha menutupi sisa-sisa cahaya mentari sore. Kutemukan kamu, Dinda pada lembayung berwarna ungu setelah satu tahun berlalu. Aku masih menyukainya. Masih begitu sempurna untukku. Masih tidak lekang dari ingatan. Saat ku bertemu denganmu, Dinda. Memperkenalkanku pada lembayung ungu.Di warung pojok Stasiun Kota Baru Malang.
***
Senja dan semangkuk bakso. Menemaniku di Warung Bakso Stasiun Kota Baru Malang setelah perjalanan panjang Bandung-Malang dengan Kereta Malabar*. Rasa lapar mendorongku singgah di Warung Bakso Sam Oyi. Aku ketagihan, apalagi bakso bakar ditambah aneka bakwan.Tempat transit favorit sebelum menuju kontrakan. Aku menemukan warung ini ketika pertama kali datang ke Malang dan aku selalu memilih tempat favorit menghadap bentangan langi senja. Menjelajahi dentuman hati.
“Lembayungnya berwarna ungu, Indah ya?” suara perempuan tiba-tiba memecah ketenangan. Lembayung ungu? Kupertajam tatapanku. Ya, aku melihat beberapa bagian lembayung itu berwarna ungu. Aneh tapi ada.
Aku menoleh padanya, mengerenyitkan dahi.
“Aman ayas, Dinda*.” Perempuan itu berkata dengan gaya bahasa walikan*. Menjawab ekspresi keherannanku. Aku sejenak berfikir, mencoba menterjemahkan perkataannya.
Nama saya, Dinda. Begitulah mungkin artinya.
“Asep,” balasku pendek sambil menyelami matanya.Ia tersenyum lalu beranjak menghampiri Sam Oyi.
Dinda kamu cantik. Desahku dalam hati.
Tak terasa baksoku sudah habis, namu perutku masih meminta lagi. Otakku merespon cepat. Mulutku angkat bicara.
“Sam, pesan satu mangkok lagi,” teriakku.
“Maaf, baksonya habis di borong Mbakyu Dinda,” sahut Sam Oyi cepat.
Aku melongo sambil memperhatikan Dinda yang sudah menjinjing plastik besar berisikan bebrapa bungkusan bakso. Tergopoh ia membawanya.
“Mas, bisa bantuin Mbakyu Dinda, sebagai gantinya Mas ndak usah mbayar,” Pinta Sam Oyi.
Baiklah, aku lelaki.Aku bergegas membantunya.
“Sini saya bantu Mbak, banyak banget ini untuk acara apa?” tanyaku sambil menjajarinya.Dinda sejenak berhenti lalu menatapku.
“Acara ulang tahunku Sam, kecil-kecilan. Tapi semoga kera-kera licek* di gerbong itu suka.” Ucap Dinda sambil menatap segerombolan anak-anak kecil berbaju lusuh di dekat gerbong kereta tua.
Hatimu juga cantik. Hatiku semakin berdesir.
“Mari saya bantu Mbak,” Aku segera mengambil plastik besar itu.
“Trima kasih,” ucapnya sambil tesenyum.
Sore itu aku dan Dinda berjalan beriringan menjinjing sekantong bakso. Menyaksikan gelak tawa anak-anak kecil terlantar dan tentu saja lembayung ungu memayungi sore itu.
***
Suara itu seperti aliran air dari puncak gunung. Jernih dan membersihkan segala kegelisahanku dan dinda yang selama ini terpendam. Akhirnya kita menikah. Setelah berhasil meyakinkan Dinda bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Aku akan selalu mencintaimu Dinda, aku akan slalu membuatmu bahagia. Apapun yang terjadi. Sampai Sang Pemilik Jiwa memisahkan kita. Aku ungkapkan hal itu satu bulan setelah kami bersama.
***
Suasana Malang Tempo Doeloe (MTD)* begitu terasa saat memasuki Jalan Ijen Boulevard Kota Malang. Baliho gambar bangunan tua semakin menambah suasana kuno di spanjang jalan. Warung-warung beratap rumbia, berbilik anyaman bambu. Segala jenis makanan jaman dulu dengan mudah dinikmati disini. Dari dalam warung, kuperhatikan lalu lalang pengunjung yang memakai pakaian jadul.“Suwun Sam, semoga tahun depan aku bisa menikmati MTD lagi bersamamu.” Ucap Dinda sambil menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku tersenyum namun di dalam hati ada segores luka yang menganga lebar. Perih.
“Ini puisi buatmu Sam,” Dinda menyodorkanku secarik kertas.
Aku terdiam mendengar pernyataan Dinda, hatiku hujan badai.
“Puisi ini boleh dibaca nanti ya, setelah....”
Sstttt. Aku letakan jari telunjukku pada bibirnya yang kering. Aku menggelengkan kepala. Sambil melempar senyum padanya.
“Tolong jangan katakan itu lagi,” bisikku pelan sambil kusapu air matanya.
***
Hatiku semakin diamuk badai. Menangisi kepergian seseorang yang begitu sempurna bagiku. Walaupun dihadapan orang lain Ia hanya dikenal sebagai perempuan yang umurnya bisa ditentukan oleh penyakitnya sendiri. Kanker otak.Aku tidak menyesal menjadi bagian dalam sisa hidupnya. Buatku, Dinda adalah perempuan paling sempurna yang selalu mengisi sisai hidupnya dengan membantu orang lain.
***
Aku terduduk melihat lembayung. Aku melihatnya lagi. Lembayung ungu. Terlukis indah di kanvas langit senja. Aku merindukanmu Dinda, Aku tidak akan melupakanmu, tentangmu telah menjadi warna baru pada lembayung . Lembayung ungu. Ku ambil secarik kertas yang sudah lusuh. Ku baca puisi yang dibuat Dinda dulu.
kamu ada untukku
betapapun panjangnya cerita sebuah perjalanan,
betapapun sempurna keindahan lembayung senja,
betapapun kerlip menghias malam,
serunya cerita,
indahnya senja,
terangnya bintang,
tak dapat kunikmati
tanpa kamu ada dan berkata,
"begitu indah, seperti kamu ada untukku,"
With Love
Dinda Ariandi
Malang, 4 Desember 2011
===================================
Footnote:
Malabar: Kereta Api Malang –Jabar yang terdiri dari 3 kelas dalam satu gerbong, eksekutif, bisnis dan ekonomi yang diluncurkan bulan juli 2011
Bakso Bakar: Bakso yang dibakar seperti sate sebelum disajikan, kota Malang yang dikenal sebagi kota kuliner bakso semakin banyak inovasi dalam penyajian bakso.
Bahasa Walikan: bahasa terbalik Masyarakat Malang. Dengan cara membalikan penyebutan kata yang dimulai dari belakang. berasal dari pemikiran para pejuang tempo doeloe yaitu kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektifitas komunikasi sesama pejuang selain juga sebagai pengenal identitas kawan atau lawan. Saat ini juga bahasa Walikan masih digunakan sebagai identitas masyarakat Malang.
Contohnya Sam Oyi berasal dari Mas Iyo.
Aman ayas, Dinda: Nama saya, Dinda.
Kera-kera licek: Arek-arek kecil (anak-anak kecil)
Malang Tempo Dulu (MTD): atau disebut Festival Malang Kembali merupakan kegiatan tahunan masyarakat Malang di kawasan Jalan Ijen Boelevard Kota Malang dengan menghadirkan suasana Malang jaman dulu. Berlangsung sore hari sampai malam. Bangunan jaman dulu berupa baliho, jajanan masa dulu semua ada di acara ini, Pengunjung yang datangpun memakai baju jaman dulu. Kegiatan biasanya berlangsung pada bulan Mei.
Haw patnam sam rian~
ReplyDelete*jiah melu-melu diwalik*
yg baca agak tersentuh ni mas..... :(
ReplyDeleteAgak diluar tema nih mas, postingnya shubuh2 yah? waaah.. luar biasa hahaha :D
ReplyDeletepagi2 ko' sdh menebar kesedihan bro.., ditambah lagi dgn suasana yg dingin bikin tambah hanyut aja,,,, heheh...
ReplyDeleteAllhamdulillah walaupun cuma lolos 13 besar,dibanding aku yg gak bisa nulis :)
ReplyDeletecerita yang menarik...
ReplyDeletemenyentuh...
Mantaf mas!
ReplyDeletekenapa selalu tokoh utamanya mati? nggak adakah cerita haru, menyentuh tapi happy ending. nggak usah pake ditinggal mati.#takusahditanggepin
tersentuh hatiku T.T,,
ReplyDeletesemangat menulis....
assalamu'alaikum ikut koemntar
ReplyDeletebagus kok.. dripada gak masuk sama sekali iya gak???
ehhehehe.....
ngomong2 pinter nulis gak bikin buku aja sekalian...
mengusap pipi yang penuh air mata *hiks*
ReplyDeletekereeen, meskipun lolos 13 besar, bagiku pantas utk diacungin jempol ceritanya.
ReplyDeletesemoga ke dpnnya sukses ya..
namanya dinda lagi ;p
ReplyDeletebagus..aneh
ReplyDeleteYang penting lolos meski masuk 13. Hebat. Kelak jadi penulis terkenal.
ReplyDeletewahhh udah lama gak maen kesini ternyata mas arr rian udah ganti baju baru,, hehehe,, :D
ReplyDeleteterenyuhhhh heee :) dan aku sukaa
ReplyDeletebiarpun lolos di 13besar,tetap jempol
ReplyDeleteselamat mas rian
keren, walau sempet bingung di bagian atas, kera kera licek :D.
ReplyDeleteDinda..
kenapa harus pergi secepat ini :-(
ternyata bahasa terbaliknya dikeluarin nih Kera Ngalam :P
ReplyDeleteAssalamu'alaikum..
ReplyDeletelama juga gak mampir kemari, ternyata sudah banyak perubahan..
btw, saya gak nemuin ada logo bloofers nih..? hehehe.. :D
waaah sediiih hiks
ReplyDeletekirain dibalik-balik itu cuma bahasa gaul anak-anak 90an, arek malang dibalik juga toh ^^
nice story...
Aktif di UNSA, yah, sekarang? Hebat!
ReplyDeleteKalau buka YM, selalu kebetulan gak ketemu
Aku menunggu cerita gokil sampeyan sekali2 :)
cerita yang menyentuh, rangkaian kata yang indah...
ReplyDeletesalut deh denganmu mas Rian....