Bola raksasa panas itu perlahan mulai beranjak turun, cahayanya semakin meredup terhalangi awan hitam menggulung dilangit senja, menciptakan lukisan lembayung keemasan. Udara sore itupun datang dengan membawa asap-asap dari cerobong kereta ekonomi dari arah barat. Kereta Matarmaja.
Matarmaja adalah kereta api ekonomi jurusan Malang-Jakarta. Namanya merupakan akronim dari nama-nama kota yang dilewati, yaitu Malang, Blitar, Madiun, dan Jakarta Pasar Senen. Namun kereta ini sedang menuju ke arah timur sekarang, menuju kota Malang-Jawa Timur.
Dari roda-roda lokomotif itu tampak asap bergulung-gulung diiringi dengan bunyi rem berderit. Debu-debupun bertebaran kesegala penjuru di stasiun kecil itu. Stasiun Pagaden Baru, Subang.
Para calon penumpang tidak merasa terganggu dengan debu-debu yang menghampiri mereka. Debu-debu itu seakan harapan dan kerinduan yang membuncah dari para penumpang yang baru turun dari kereta.
Sedangkan bagi mereka yang sudah lama menunggu kedatangan kereta seakan sedang menunggu harapan pertemuan dengan orang yang akan mereka sambangi. Melepas semua cerita yang sudah terangkum. Menjalin kembali ikatan persaudaraaan yang putus, atau sekedar singgah dan membawa makanan khas yang dibawa dari daerah asalnya masing-masing.
Sebuah fenomena yang tertangkap kedua mataku. Mungkin juga dengan sepasang mata Ibuku. Aku dan Ibu duduk di kursi panjang. Menantikan kereta Matarmaja yang sebentar lagi beranjak.Kebersamaan ini walaupun akan terputus setelah suara roda-roda lokomotif itu meraung. Kami berdua masih menikmati lukisan lembayung senja. Sedikit menambah kekuatan saat perpisahan itu datang.
Dan ya, kereta Matarmaja itu telah datang. Saatnya aku berdiri. Menegakan bahu. Menggendong tasku. Tas ransel yang kubawa tidak ada apa-apanya dibandingkan beratnya hati karena harus berpisah dengan ibuku tercinta.
Aku kuat. Tidak akan memberikan wajah sedih. Walaupun aku tahu betapa tertatihnya hati ini. Ketika sekelebat bayang ayahku juga mengikuti kepergianku. Kini aku pergi sendiri. Tanpamu Abah.
Kulangkahkan kaki menuju pintu salah satu gerbong. Aku tidak ingin berbalik arah. Aku tidak ingin melihat wajah sedih ibuku. Namun, rasaku tak mampu menahanya. Aku akan medindukan Ibuku setelah perpisahan ini.
Sangat!Akupun berbalik menghamburkan tubuhku pada pelukan Ibu.
Ada suara tangis tertahan disana. Bukan suaraku!
Melainkan suara Ibuku. Hatiku yang tertatih tak bisa lagi kuat.
Jatuh.
Meledak.
Tangisku pecah dipelukan Ibu.
Hanya usapan tanganya yang lembut pada punggungku.
Mencoba menenangkan guncangan tubuhku.
Kuatlah.
Kudengar suara itu dalam hatiku sendiri.
Wahai waktu, bisakah kamu berbaik hati. Menghentikan sementara dirimu. Aku ingin lebih lama merasakan kebersamaan ini. Akan sangat lama merasakan kembali kebersamaan ini.
Sia-sia, waktu memang tidak bisa berhenti.
Dia telah pergi jauh. Meninggalkan.
Kuusap perlahan air mataku. tersenyum. Begitu juga dengan Ibu. Dia membalas senyumku. Senja sore itu begitu Indah. Entah waktu itu aku semakin menyukai senja. Aku suka. Karena ada kebersamaanku dengan ibu.
Kereta matarmaja meraung.
Aku terpaku menghadap kaca jendela. Melihat lambaian tangan Ibuku yang perlahan terkulai. Ya Rabb, Sayangilah Ibuku. Jagalah Ibuku. Berkahillah hidupnya.Kabulkanlah.
Sejak saat itu hatiku terpaut pada lembayung.
Aku merindukanmu Ibu.
Sore ini.
-catatan harian saat tak terlupakan ketika Ibuku melepas kepergianku ke Malang.
Matarmaja adalah kereta api ekonomi jurusan Malang-Jakarta. Namanya merupakan akronim dari nama-nama kota yang dilewati, yaitu Malang, Blitar, Madiun, dan Jakarta Pasar Senen. Namun kereta ini sedang menuju ke arah timur sekarang, menuju kota Malang-Jawa Timur.
Dari roda-roda lokomotif itu tampak asap bergulung-gulung diiringi dengan bunyi rem berderit. Debu-debupun bertebaran kesegala penjuru di stasiun kecil itu. Stasiun Pagaden Baru, Subang.
Para calon penumpang tidak merasa terganggu dengan debu-debu yang menghampiri mereka. Debu-debu itu seakan harapan dan kerinduan yang membuncah dari para penumpang yang baru turun dari kereta.
Sedangkan bagi mereka yang sudah lama menunggu kedatangan kereta seakan sedang menunggu harapan pertemuan dengan orang yang akan mereka sambangi. Melepas semua cerita yang sudah terangkum. Menjalin kembali ikatan persaudaraaan yang putus, atau sekedar singgah dan membawa makanan khas yang dibawa dari daerah asalnya masing-masing.
Sebuah fenomena yang tertangkap kedua mataku. Mungkin juga dengan sepasang mata Ibuku. Aku dan Ibu duduk di kursi panjang. Menantikan kereta Matarmaja yang sebentar lagi beranjak.Kebersamaan ini walaupun akan terputus setelah suara roda-roda lokomotif itu meraung. Kami berdua masih menikmati lukisan lembayung senja. Sedikit menambah kekuatan saat perpisahan itu datang.
Dan ya, kereta Matarmaja itu telah datang. Saatnya aku berdiri. Menegakan bahu. Menggendong tasku. Tas ransel yang kubawa tidak ada apa-apanya dibandingkan beratnya hati karena harus berpisah dengan ibuku tercinta.
Aku kuat. Tidak akan memberikan wajah sedih. Walaupun aku tahu betapa tertatihnya hati ini. Ketika sekelebat bayang ayahku juga mengikuti kepergianku. Kini aku pergi sendiri. Tanpamu Abah.
Kulangkahkan kaki menuju pintu salah satu gerbong. Aku tidak ingin berbalik arah. Aku tidak ingin melihat wajah sedih ibuku. Namun, rasaku tak mampu menahanya. Aku akan medindukan Ibuku setelah perpisahan ini.
Sangat!Akupun berbalik menghamburkan tubuhku pada pelukan Ibu.
Ada suara tangis tertahan disana. Bukan suaraku!
Melainkan suara Ibuku. Hatiku yang tertatih tak bisa lagi kuat.
Jatuh.
Meledak.
Tangisku pecah dipelukan Ibu.
Hanya usapan tanganya yang lembut pada punggungku.
Mencoba menenangkan guncangan tubuhku.
Kuatlah.
Kudengar suara itu dalam hatiku sendiri.
Wahai waktu, bisakah kamu berbaik hati. Menghentikan sementara dirimu. Aku ingin lebih lama merasakan kebersamaan ini. Akan sangat lama merasakan kembali kebersamaan ini.
Sia-sia, waktu memang tidak bisa berhenti.
Dia telah pergi jauh. Meninggalkan.
Kuusap perlahan air mataku. tersenyum. Begitu juga dengan Ibu. Dia membalas senyumku. Senja sore itu begitu Indah. Entah waktu itu aku semakin menyukai senja. Aku suka. Karena ada kebersamaanku dengan ibu.
Kereta matarmaja meraung.
Aku terpaku menghadap kaca jendela. Melihat lambaian tangan Ibuku yang perlahan terkulai. Ya Rabb, Sayangilah Ibuku. Jagalah Ibuku. Berkahillah hidupnya.Kabulkanlah.
Sejak saat itu hatiku terpaut pada lembayung.
Aku merindukanmu Ibu.
Sore ini.
-catatan harian saat tak terlupakan ketika Ibuku melepas kepergianku ke Malang.
Catatan ini juga diikutsertakan dalam acara
memang perpisahan itu adalah sesuatu hal yang seringkali tidak mengenakkan...tetapi nantinya akan ada pertemuan kembali dan pertemuan kembali itulah sesuatu moment yang seringkali membuat hati bahagia untuk melepas rindu.
ReplyDeleteaamiin...aamiin...doanya sobat di akhir postingannya
Penulisan tentang perpisahan dgn ibu sebenarnya bisa diekspose lebih dalam lagi dgn cerita yg lebih intens ttg ibu dan perpisahan anak&orang tua, bukannya cerita yg malah banyak menggambarkan kereta dan pernik-pernik waktu sore/pagi.
ReplyDeletehee tapi masih akan tetap bertemu sama ibunya kan om ? perpisahan emang berat ya tapi dimanapun seorang anak berada, dalam setiap tarikan nafasnya ada doa ibu :)
ReplyDeletenovember tdk hanya di penuhi jadwal hujan ternyata juga di penuhi event giveaway,, smoga dapat kriteria pemenang y sob:)
ReplyDeleteTulisan yang mengingatkanku pada sesosok ibu tatkala dulu pertama kali jauh dari orang tua
ReplyDeletewuiiihhh... keren.. kukira cerpen atau apaan ternyata tulisan buat GA :D
ReplyDeletemantap... kisah nyata ternyata bisa lebih mengharukan dari sebuah fiksi manapun.. :))
ReplyDeleteWahhh.... jadi kangen ibu..
ReplyDeletetulisannya mantap
Berpisan untuk ketemu... *bingung sendiri*
ReplyDeletengebayanginnya waktu naik kereta ekonomi... :)
Selalu ada yang indah tentang senja.
ReplyDeleteKala bias jingga menyebar dari langit, menyisakan semburat merah muda pada deretan rumah di sepanjang tepi sungai...
Dan seketika itu juga benakku berpikir "Aku cinta senja" :D
Semoga sukses pada kontesnya ya...
Titip salam juga untuk ibunda :)
Lho? Mas Rian itu aslinya mana je?
ReplyDeleteKenapa aku nulis jadi anonymous~
ReplyDeleteSweet moments, hehehe... cocoklah masuk di kriteria "moment to remember"
ReplyDeleteWah.. lagi2 giveaway yah mas, kok rasa2nya bulan ini banyak sekali yah event giveaway hehehe
ReplyDeleteJadi inget Ibu juga :(
ReplyDeleteEmang perpisahan itu tidak enak ya Om..apalagi dengan ibu.
ReplyDeleteJadi kangen ibu
ini indah, melepas kepergian seorang anak betul2 mengharukan.
ReplyDeletepostingan ini resmi terdaftar sebagai peserta giveaway moment to remember di blog saya, Arr Rian, ma kasih sudah ikutan ya
ReplyDeleteTerharu...
ReplyDelete*elle.reena*